Sebentar lagi kita umat Hindu akan menyambut Hari Raya Nyepi (Tahun Baru Saka) namun kadang kita tidak mengerti makna dan etika hari raya nyepi, Pada saat itu umat Hindu khususnya diajarkan untuk dapat melihat diri baik dan buruknya kerja yang dilakukan seseorang. Dalam Pustaka Suci disebutkan sebagai berikut : “Manusia lahir sendiri, sendiri juga ia akan mati, sendiri ia menikmati perbuatan yang baik, sendiri pula menikmati perbuatan yang buruk (Manawa Dharma Sastra, IV. 240).
Mengacu pada isi sloka di atas yang mengandung makna, baik buruk kerja yang dilakukan oleh seseorang akan membentuk nilai pribadmnya. Weda menegaskan bahwa melalui kerja yang baik (subhakarma) manusia akan dapat menolong dirinya sendiri dan samsara untuk mencapai kebahagiaan abadi yang bebas dan proses kelahiran kembali (moksa).
Moksa merupakan moral-religius bagi umat Hindu untuk melaksanakan kerja yang baik (Subhakarma) dan menghindarkan perbuatan yang buruk (Asubhakarma) dalam kehidupan di dunia ini (Gabde; 2000).
Pada ajaran suci ada juga menyebutkan untuk memahami makna di atas yang dianalisis dan mantram di bawah ini yaitu : “Hyang Widhi hanya menyayangi orang yang bekerja keras” Reg Weda, IV, 33, 11). Mantram tersebut menyatakan bahwa Hyang Widhi menyayangi orang yang mau bekerja keras. Maka manusia yang ingin mendapatkan berkah dari Hyang Widhi Wasa harus bekerja keras sepanjang hidup ini.
Memaknai Hari R.aya Nyepi sebagai Pengendalian Diri
Seperti telah dijelaskan diatas, hari raya Nyepi merupakan peristiwa peralihan tahun icaka, pada saat itu masyarakat diharapkan merenung (mulat sarira) untuk melihat mana perbuatan baik dan mana yang buruk selama kurun waktu setahun. Menurut etika hari raya Nyepi hal tersebut teimplisit dalam catur Berata Penyepian adalah empat pedoman yang telah ditetapkan dan harus dilaksanakan oleh umat Hindu sebagai wujud pengendalian diri dan mawas diri dengan empat pedoman : amati Geni, amati Lelanguan, Amati karya, dan Amati lelungaan. Pelaksanaan keempat etika diatas mengandung makna sebagai berikut:
1. Amati Geni
Amati geni mempunyai makna ganda yaitu tidak melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan menghidupkan api. Disamping itu juga merupakan upaya mengendalikan sikap prilaku agar tidak dipengaruhi oleh api amarah (kroda) dan loba (serakah). Menurut Tattwa Hindu (filsafat) yang memaknai simbol Geni tidak disimbolkan sebagai kekuatan dewa Brahma yang sebagai pencipta. Penciptaan yang terkait dengan hasil pemikiran seseorang disini perlunya diadakan perenungan, apakah kita sudah menghasilkan pemikiran untuk kebaikan umat ataukah sebaliknya. Pernyataan tersebut terungkap dalam berbagai Pustaka Suci Hindu yang mengatakan bahwa “Keunggulan manusia sebagai mahiuk ciptaan Tuhan, terletak pada proses pemikiran seseorang yang dapat membedakan sikap prilaku yang baik dan buruk (Sarasamuscaya : sloka 82). Alat kendali proses berpikir yang paling utama menurut ajaran Hindu adalah keyakinan terhadap karma phala (Sarasamuscaya, sloka 74). Mengacu pada etika Berata Penyepian di atas sudah nampakpelaksanaan amati Geni merupakan suatu simbol pengendalian diri seseorang dalam bersikap dan berprilaku.
2. Amati Lelanguan
Amati Lelanguan yang dimaksud merupakan kegiatan seseorang untuk mulat sarira atau rnawas diri terhadap kegiatan yang berkaitan dengan wacika. Wacika adalah perkataan yang benar yang dalam beriteraksi dengan sesamanya maupun dengan Tuhan sudah dilaksanakan atau belum. Menurut tattwa Hindu dalam pustaka suci yang terungkap dalam Sarasamuscaya dan Kekawin nitisastra mengajarkan sebagai berikut :
(1) kata-kata menyebabkan sukses dalam hidup;
(2) kata-kata menyebabkan orang gagal dalam hidup;
(3) kata-kata menyebabkan orang mendapat hasil sebagai sumbu kehidupan; dan
(4) kata-kata menyebabkan orang memiliki relasi. Mengacu pada pemikiran diatas manusia Hindu telah diajarkan agar tetap melaksanakan wacika yang diparisudha yang antinya:
(a) proses interaksi sosial (komunikasi) tidak boleh berkata kasar,
(b) mencaci maki dan juga tidak boleh menyebabkan orang tersinggung dan menderita (Sarasamuscaya; Sloka 75),
Uraian di atas memberikan kita suatu pelajaran bahwa perkataan (wacika) yang diparisudha itulah yang patut dipahami dan menata sikap prilaku seseorang agar hidup ini aman dan bahagia.
3. Amati Karya
Amati Karya sebagai etika Nyepi yang bermaknakan sebagai evoluasi diri dalam kaitan dengan karya (kerja) merenung hasil kerja dalam setahun dan sebelumnya sudahkah bermanfaat bagi kehidupan manusia. Aktualisasi amati karya dalam konteks hari raya merupakan perenungan pikiran yang religius yang mengajarkan umat Hindu dalam evaluasi hasil kerja sebagai berikut, yaitu sisihkan hasil kerja untuk yadnya,
- untuk Hyang Widhi,
- untuk Resi,
- untuk Leluhur maupun
- untuk budhi.
Hal tersebut tertera dalam pustaka suci Atharwa weda III.24. 5 dan Sarasamuscaya Sloka 262, yadnya itu juga merupakan implementasi dari ajaran Tri Rna. Diajarkan pula melalui yadnya dapat terjadi proses penyucian diri manusia baik secara rohani maupun jasmani.
Amati karya bermakna ganda yang artinya tidak bekerja dan dimaknai sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kerja kita apakah aktivitas kerja itu sudah berlandaskan dharma atau sebaliknya. Kerja yang baik (subha karma) dapat menolong manusia untuk menolong dirinya dari penderitaan. Kerja juga menyebabkan terjadinya Jagadhita dan merupakan tabungan moral bagi umat Hindu agar bekerja lebih gigih, tekun dan produktif. Berdasarkan uraian diatas ajaran suci Hindu memandang bahwa kerja sebagai yadnya dan titah Hyang Widhi; kerja dapat menolong diri sendiri dan kerja dapat menentukan identitasnya Aku bekerja, maka aku ada demikianlah yang diamanatkan oleh umat Hindu.
4. Amati Lelungaan
Amati lelungaan merupakan salah satu dari empat berata Penyepian yang berfungsi sebagai evaluasi diri dan sebagai sumber pengendalian diri. Amati lelungaan berarti menghentikan bepergian ke luar rumah, maka pada saat hari raya Nyepi, jalan raya sangat sepi. Dalam konteks yang lebih luas hal itu berarti suatu evaluasi diri. Evaluasi kerja hubungan dengan Tuhan; evaluasi kerja hubungan dengan sesama dan hubungan kerja dengan alam sekitar apakah hubungan tersebut sudah baik atau belum, sehingga kita dapat menilai hasil kerja kita se-obyektif mungkin. Mutu meningkat untuk kebaikan atau merosot, langkah selanjutnya bisa menentukan sikap. Diharapkan agar lebih memantapkan kualitas kerja untuk kualitas hidup manusia.
Nah itu lah etika yang kita harus jalankan nanti pada saat hari raya Nyepi yang merupakan edintitas umat Hindu, walaupun sangat sulit tpi apa salahnya kita mencoba? kewajiban yang kita lakukan hanya setahun sekali. ketenangan yang kita dapat hanya setahun sekali, Bali tidak ada polusi, sunyi.... semoga ditahun ini Kita semua dapat menjalankannya... ASTUNGKARA (^.^)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar